Selasa, 02 Juli 2013

METODE PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Yuliyanto
Paradigma baru dalam pembelajaran menuntut perubahan proses dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centerd). Pembelajaran yang berpusat pada siswa harus memberikan kesempatan lebih luas kepada siswa untuk membangun pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi, terdapat 7 (tujuh) komponen utama dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, salah satunya adalah penyelidikan (inquiry) (Depdiknas, 2002: 5).



Selanjutnya dalam tulisan ini akan digunakan istilah discovery untuk menyatakan penemuan, dan bukan inquiry. Ini dikarenakan di dalam matematika istilah pembelajaran dengan penemuan (discovery learning) lebih dikenal dengan bai
k daripada pembelajaran dengan penyelidikan (inquiry learning). Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa “discovery learning is perhaps the best-known form of inquiry-based learning” (Westwood, 2008: 28).



Untuk mengimplementasikan komponen tersebut dalam proses pembelajaran matematika diperlukan metode atau cara tertentu. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat akan mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran, sehingga peserta didik memiliki keterampilan tertentu. Kemampuan guru menetapkan metode pembelajaran yang tepat akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi, sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung lebih cepat dengan tingkat keterlibatan peserta didik yang tinggi. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat akan menciptakan situasi pembelajaran  yang  menyenangkan, sehingga  proses pembelajaran berlangsung lancar  dan  hasil  belajar  peserta didik optimal.


Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika adalah metode penemuan. Hal ini sejalan dengan pendapat bahwa “metode pembelajaran discovery merupakan salah satu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika” (Sri Lestari, 2008: 312). Pendapat lain mengenai perlunya menggunakan metode penemuan dalam pembelajaran matematika dikemukakan oleh  Julie (Suck, 2011: 157): “in order for students to have an enriched mathematical experience it needs to be done through discovery. In order for students to have an enriched mathematical experience it needs to be done through discovery. Berdasarkan pendapat ini, pembelajaran matematika dengan penemuan memuat tujuan agar siswa memiliki pengalaman matematika yang lebih luas.

Metode penemuan merupakan komponen penting dalam pendekatan konstruktivisme, dan dibedakan menjadi 2, yaitu penemuan bebas (free discovery) dan penemuan terbimbing (guided discovery). Dengan pembelajaran penemuan siswa diharapkan menemukan prinsip-prinsip yang dipelajari, sehingga mereka tidak hanya menghafal prinsip-prinsip tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Westwood (2008: 28) yang mengatakan bahwa “by discovering principles, rather than just memorizing them, students learn not just what we know, but how we know it, and why it is important”.  

Swaak (2004: 225) menyatakan bahwa “discovery learning distinguishes itself by the central role of learning processes such as hypothesis generation (induction), experiment design, and data interpretation”. Ini berarti bahwa pembelajaran penemuan membedakan dirinya  melalui peran sentral dalam proses pembelajarannya, seperti misalnya pembuatan hipotesis (induksi), rancangan percobaan, dan interpretasi data. Selanjutnya Slameca & Graf (Alfieri, 2010: 3) menyatakan bahwa “discovery learning is efficacious because such learning involves the discovery and generation of general principles or explanation of domain-specific patterns after discovering such as one’s own”. Pembelajaran dengan penemuan sangat mujarab karena proses pembelajaran memuat kegiatan penemuan dan penyusunan prinsip-prinsip umum  atau penjelasan pola dari umum ke khusus.

Selanjutnya agar tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai, dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran guru hendaknya mempertimbangkan 4 (empat) hal, yaitu: (1) tingkat perkembangan peserta didik, (2) pola pikir dalam matematika, (3) semesta pembicaraannya, dan (4) tingkat keabstrakannya. Berdasarkan hal ini, maka metode pembelajaran penemuan terbimbing sangat cocok digunakan pada mata pelajaran matematika. 

Metode penemuan terbimbing biasanya digunakan dengan bahan yang dikembangkan pebelajarnya secara induktif (Al. Krismanto, 2003: 4). Pembelajaran dengan penemuan terbimbing digunakan  apabila  di  dalam  kegiatan  penemuan  guru  menyediakan  bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa, dan sebagian besar perencanaannya dibuat oleh guru. Metode penemuan terbimbing sangat dinikmati oleh siswa, karena metode ini lebih dianggap sebagai sebuah metode yang memotivasi siswa bagaimana mereka belajar. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Adkisson & McCoy, dan Odom et al., seperti dinyatakan dalam Westwood (2008: 29) bahwa “guided discovery is generally regarded as a motivating method, enjoyed by learners”.



Alfieri (2010: 5) menyatakan bahwa “the guided discovery conditions involved either some form of instructional guidance (i.e., scafolding) or regular feedback to assist the learner at each stage of the learning tasks”. Hal ini berarti kegiatan penemuan terbimbingmelibatkan beberapa bentuk bantuan dalam pembelajaran (yaitu, scafolding) atau umpan balik untuk membantu pebelajar pada setiap tahapan dari tugas belajar. Pendapat lain disampaikan Westwood (2008: 28-29) bahwa:

guided discovery, on the other hand, has a much tighter structure. The teacher usually explains the lesson objectives to the students, provides initial input or explanation to help students begin the task efficiently, and may offer suggestions for a step-by step procedure to find out the target information or to solve the problem.



Penemuan terbimbing, di sisi lain memiliki struktur yang jauh lebih ketat. Guru biasanya menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa, memberikan masukan awal atau penjelasan untuk membantu siswa memulai tugas secara efisien, dan dapat menawarkan saran untuk prosedur langkah-per langkah untuk mengetahui informasi target atau untuk memecahkan masalah.



Selanjutnya Westwood menyatakan bahwa:

 

a typical guided discovery learning session takes the following format:

· A topic is identified or an issue is posed; for example, what can we find out about magnets?

· Teacher and students work together to brainstorm ideas for ways of investigating the topic.

· Students work individually or in small groups to obtain and interpret data.

· Inferences and tentative conclusions are drawn, shared across groups and modified if necessary.

· Teacher clears up any misconceptions, summarises the findings and helps to draw conclusions (Westwood, 2008:29).



Pendapat tersebut memberikan petunjuk langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing. Berdasarkan pendapat ini, langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing terdiri dari: (1) identifikasi topik atau masalah yang akan dipelajari, (2) penyampaian gagasan atau ide-ide tentang cara menyelidiki topik atau masalah tersebut, (3) kegiatan penemuan secara individu atau kelompok, (4) presentasi hasil, dan (5) validasi hasil, pembuatan rangkuman dan kesimpulan.
Spencer & Jordan (Hai-Jew, 2011: 141) memaparkan 4 (empat) ciri dari pembelajaran penemuan terbimbing sebagai berikut.

· A context and frame for student learning through the provision of learning outcomes
· Learners have responsibility for exploration of content necessary for understanding through self-directed learning
· Study guides are used to facilitate and guide self-directed learning
· Understanding is reinforced through application in problem-oriented, task-based, and work-related experiences.

Berdasarkan pendapat ini, secara ringkas ciri-ciri pembelajaran dengan penemuan terbimbing adalah: (1) sebuah keadaan dan kerangka bagi pembelajaran siswa melalui penyediaan hasil pembelajaran, (2) peserta didik memiliki tanggung jawab untuk mengeksplorasi konten yang diperlukan untuk pemahaman melalui belajar mandiri, (3) pembimbingan belajar digunakan untuk memfasilitasi dan membimbing belajar secara mandiri, dan (4) pemahaman ini diperkuat melalui penerapan dalam orientasi masalah, tugas, dan pekerjaan yang berhubungan dengan pengalamannya.

Berdasarkan uraian tersebut, secara ringkas langkah-langkah penggunaan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika adalah: (1) orientasi masalah, (2) menyiapkan  alat  dan  bahan  untuk   melakukan  kegiatan  penemuan,  (3) diskusi pengarahan sebelum melakukan kegiatan penemuan, (4) kegiatan penemuan oleh peserta didik,  (5) pembimbingan, (6) presentasi hasil, serta (7) pengembangan masalah dan tindak lanjut. Ketujuh langkah tersebut selanjutnya harus dijabarkan dalam kegiatan inti pembelajaran dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Hal ini sebagai pedoman bagi guru dalam mengimplementasikan metode penemuan terbimbing dalam proses pembelajarannya.
.   
 
DAFTAR BACAAN


  1. Al. Krismanto (2003). Beberapa teknik, model, dan strategi dalam pembelajaran matematika.Tersedia: http://www.p4tkmatematika.org (Diakses tanggal 17 Maret 2011) 
  2. Alfieri, L., Brooks, P. J., Aldrich, N. J., et al. (2011). Does discovery-based instruction enhance learning? Journal of Educational Psychology, Vol. 103, No. 1, 1-18. 
  3. Depdiknas (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning. Jakarta: Dirjendikdasmen. 
  4. Depdiknas (2004). Matematika (Materi Pelatihan Terintegrasi). Jakarta: Dirjendikdasmen-Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 
  5. Hai-Jew., S. (2011). Virtual immersive and 3D learning spaces: Emerging technologies and trends. New York: ISR. 
  6. Sri Lestari (2008). Metode pembelajaran discovery dengan pendekatan konstruktivis untuk meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan bangun datar pada siswa kelas VII SMP Negeri 11 Samarinda. Jurnal Didaktika, Volume 9 Nomor 3. 
  7. Suck, S., & Pereira, P. (Ed.). (2011). What counts in teaching mathematics. London: Springer. 
  8. Swaak, J., de Jong, T., & van Joolingen, W. R. (2004). The effect of discovery learning and expository instruction on the acquisition of definitional and intuitive knowledge. Journal of Computer Assisted Learning, Vol. 20, 225-234.

Tulisan ini juga dapat dibaca di:

1 komentar:

maZkrizzz mengatakan...

siiip, menjadi inspirator....

Posting Komentar